Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen "Senja di Pantai Malang Raya"

cerpen-senja-di-pantai-malang

 Malang akhir Februari 2002, ini kisah tentang satu nama. Barangkali aku hanya tahu arti dari namamu hingga membuat setiap tulisan yang kubuat hanya terpusat pada dirimu saja. Entah apa yang membuat setiap harmoni membisikkan rentetan huruf yang sama. Aku pun ingin bertanya sebegitu hebatkah kamu hingga membuat semuanya tidak bisa berlalu. Bahkan aku tidak pernah memintamu untuk hadir dan ada dalam catatanku. Kamu sendiri yang datang dengan sejuta puisimu. Sungguh aku tidak pernah memintamu. Tapi apalah aku perempuan biasa yang terkagum dengan harmoni puisi-puisimu. Kau bahkan berhasil membuat aku yang acuh menjadi sepeduli itu denganmu.

Malang dan sepenggal kisah tentang pantainya pasti tahu tentang bagaimana berharganya dirimu. Pada senja yang selalu kulihat bersamamu petang itu, selalu kau bisikan kata rindu hingga aku tersipu. Selalu kau bisikan kata cinta hingga aku terpana. Dan selalu kau bisikan kata sayang hingga aku melayang. Namun ketika aku mulai menjatuhkan pilihan padamu mengapa kau buat semuanya berlalu?

Dengan indahnya sang pencipta mempertemukan kita hingga membuatku mengira bahwa kau lah jawaban dari setiap degub dalam dada. Nampaknya semesta mulai mempermainkan kata “kita” hingga aku dan kamu kini terhapus dialognya. Diam dan hanya diam yang kau berikan sekarang. Ingin kubertanya apa kau lupa pada usahamu membuat acuhku jadi begitu peduli? Apa kau lupa tentang harapan dalam doamu yang selalu kau bilang padaku tentang aku dan dirimu? Kemana rasa itu? Kenapa secepat itu berlalu?

Aku ingin sekali menjadi ruang-ruang dalam mimpimu lalu mencari jalan apakah masih ada diriku di singgasanamu? Atau menjadi matamu lalu mencari tahu foto siapa yang lebih dulu kau lihat saat bangun tidurmu? Nomor siapa yang kau kirimi ucapan selamat pagi untuk pertama kali? Aku tak pernah menyangka sebegitu teganya kau melepas paksa apa yang kau pinta. Salahkah aku pada posisiku? Kau meminta hatiku lalu kuberikan padamu. Namun setelah aku mulai nyaman dengan keaadaan kau justru sebegitu teganya mencabut paksa dan membuang jauh darimu. Seharusnya kau bilang tentang sebuah keseriusan yang kau janjikan. Jika itu tidak benar kau berikan tentu tiada kuharapkan. Seharusnya kau katakan bahwa aku hanya pilihan kesekianmu berpulang. Jika memang kau hanya ingin singgah dalam kesementaraan maka akan kusuguhi secangkir kopi bukan hati.

Perlahan kulihat punggungmu melangkah jauh dan semakin sayu. Tiada mampu kuharapkan langkah kembalimu. Pulanglah. Pulanglah pada waktu dimana kau sebut aku tempat pulang. Entah apa yang membuatmu setidak nyaman itu denganku hingga kau pergi tanpa diriku. Apakah ada tempat lain disana yang lebih nyaman dariku hingga kau lupa akan rumahmu? Jika iya, bawa aku bersama biar aku tahu setidaknyaman apa aku hingga kau memilih rumah yang baru.

Sudah. Mungkin aku yang terlalu yakin dengan hadirmu bahwa kau akan selamanya menetap dalam hatiku. Hingga aku begitu berani menyimpan namamu dalam ruang kecil di sudut hatiku dan membuang kuncinya jauh dariku. Sekarang saat kepergianmu telah berlalu ingatan tentangmu terkunci di sudut ruanganku. Ya, akulah yang terlalu bodoh dalam hal mencintaimu. Mencintai senja-senja yang kulalui bersamamu. Ada yang terlupakan tentangmu. Bahwa tanpa atau ada dirimu senja akan tetap hadir dan berlalu. Senja di pantai Malang yang selalu kutunggu sebelum kamu, setelah ada kamu, dan selepas kepergianmu.

.
.
.
(Faa)

Posting Komentar untuk "Cerpen "Senja di Pantai Malang Raya""